Lajnah Daimah
Pertanyaan:
Ada yang mengatakan bahwa suara wanita itu aurat. Apakah ini benar?
Jawaban:
Fatawa Al-Mar'ah, Syaikh Ibnu Jibrin, hal. 211. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.
Ada yang mengatakan bahwa suara wanita itu aurat. Apakah ini benar?
Jawaban:
Wanita adalah tempat memenuhi kebutuhan laki-laki, mereka cenderung
kepada wanita karena dorongan syahwat, jika wanita melagukan
perkataannya maka akan bertambah fitnah. Karena itu Allah
memerintahkan kepada kaum mukmin, apabila mereka hendak meminta
sesuatu kepada wanita hendaknya dari balik tabir, Allah سبحانه
و تعالى berfirman,
"Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka." (Al-Ahzab: 53).
Allah juga melarang kaum wanita berlemah lembut dalam berbicara dengan kaum laki-laki agar tidak timbul keinginan orang yang di dalam hatinya ada penyakit, sebagaimana disebutkan Allah dalam firmanNya,
"Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya." (Al-Ahzab: 32).
Begitulah yang diperintahkan walaupun saat itu kaum muk-min sangat kuat keimanannya, maka lebih-lebih lagi di zaman sekarang, di mana keimanan telah melemah dan sedikit orang yang berpegang teguh dengan agama. Maka hendaknya anda tidak sering-sering berbaur dengan kaum laki-laki yang bukan mahram, sedikit bicara dengan mereka kecuali karena keperluan mendesak dengan tidak lemah lembut dalam berbicara.
Dengan begitu anda tahu bahwa suara wanita yang tidak disertai dengan lemah lembut bukanlah aurat, karena kaum wanita pada masa Nabi صلی الله عليه وسلم biasa berbicara dengan beliau, mena-nyakan berbagai perkara agama mereka, demikian juga mereka berbicara dengan para sahabat رضي الله عنهم mengenai hal-hal yang mereka butuhkan, namun hal itu tidak diingkari. Hanya Allah-lah yang kuasa memberi petunjuk.
Rujukan:
Fatawa Al-Mar'ah, Lajnah Da'imah, hal. 209. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.
Pertanyaan:
Apa hukumnya laki-laki mendengarkan suara wanita yang bukan mahramnya di televisi atau sarana komunikasi lainnya?
Jawaban:
Suara wanita adalah aurat bagi laki-laki yang bukan mah-ramnya, demikian pendapat yang benar. Karena itu, wanita tidak boleh bertasbih (mengucapkan "Subhanallah") seperti laki-laki ketika mendapati imamnya keliru dalam shalatnya, tapi cukup dengan menepukkan tangan. Wanita juga tidak boleh mengumandangkan adzan yang umum yang biasanya diserukan dengan suara keras. Ia juga tidak boleh mengeraskan suaranya saat membaca talbiyah dalam pelaksanaan ihram kecuali sebatas yang terdengar oleh rekan-rekannya sesama wanita.
Namun sebagian ulama membolehkan berbicara dengan laki-laki sebatas keperluan, seperti menjawab pertanyaan, tapi dengan syarat terjauhkan dari hal yang mencurigakan dan aman dari kemungkinan menimbulkan syahwat, hal ini berdasarkan firman Allah,
"Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya." (Al-Ahzab: 32).
Karena penyakit syahwat zina kadang bercokol di dalam hati ketika mendengar kelembutan perkataan wanita atau ketundukannya, sebagaimana yang biasa timbul antara suami isteri dan sebagainya. Karena itu, wanita boleh menjawab telepon sebatas keper-luan, baik wanita itu yang memulai menghubungi atau menjawab penelepon, karena yang seperti ini termasuk kategori terpaksa.
Rujukan:"Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka." (Al-Ahzab: 53).
Allah juga melarang kaum wanita berlemah lembut dalam berbicara dengan kaum laki-laki agar tidak timbul keinginan orang yang di dalam hatinya ada penyakit, sebagaimana disebutkan Allah dalam firmanNya,
"Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya." (Al-Ahzab: 32).
Begitulah yang diperintahkan walaupun saat itu kaum muk-min sangat kuat keimanannya, maka lebih-lebih lagi di zaman sekarang, di mana keimanan telah melemah dan sedikit orang yang berpegang teguh dengan agama. Maka hendaknya anda tidak sering-sering berbaur dengan kaum laki-laki yang bukan mahram, sedikit bicara dengan mereka kecuali karena keperluan mendesak dengan tidak lemah lembut dalam berbicara.
Dengan begitu anda tahu bahwa suara wanita yang tidak disertai dengan lemah lembut bukanlah aurat, karena kaum wanita pada masa Nabi صلی الله عليه وسلم biasa berbicara dengan beliau, mena-nyakan berbagai perkara agama mereka, demikian juga mereka berbicara dengan para sahabat رضي الله عنهم mengenai hal-hal yang mereka butuhkan, namun hal itu tidak diingkari. Hanya Allah-lah yang kuasa memberi petunjuk.
Rujukan:
Fatawa Al-Mar'ah, Lajnah Da'imah, hal. 209. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.
Pertanyaan:
Apa hukumnya laki-laki mendengarkan suara wanita yang bukan mahramnya di televisi atau sarana komunikasi lainnya?
Jawaban:
Suara wanita adalah aurat bagi laki-laki yang bukan mah-ramnya, demikian pendapat yang benar. Karena itu, wanita tidak boleh bertasbih (mengucapkan "Subhanallah") seperti laki-laki ketika mendapati imamnya keliru dalam shalatnya, tapi cukup dengan menepukkan tangan. Wanita juga tidak boleh mengumandangkan adzan yang umum yang biasanya diserukan dengan suara keras. Ia juga tidak boleh mengeraskan suaranya saat membaca talbiyah dalam pelaksanaan ihram kecuali sebatas yang terdengar oleh rekan-rekannya sesama wanita.
Namun sebagian ulama membolehkan berbicara dengan laki-laki sebatas keperluan, seperti menjawab pertanyaan, tapi dengan syarat terjauhkan dari hal yang mencurigakan dan aman dari kemungkinan menimbulkan syahwat, hal ini berdasarkan firman Allah,
"Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya." (Al-Ahzab: 32).
Karena penyakit syahwat zina kadang bercokol di dalam hati ketika mendengar kelembutan perkataan wanita atau ketundukannya, sebagaimana yang biasa timbul antara suami isteri dan sebagainya. Karena itu, wanita boleh menjawab telepon sebatas keper-luan, baik wanita itu yang memulai menghubungi atau menjawab penelepon, karena yang seperti ini termasuk kategori terpaksa.
Fatawa Al-Mar'ah, Syaikh Ibnu Jibrin, hal. 211. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
kami menunggu komentar anda